Duka Keluarga Iringi Pemakaman Isti Yudha, Pramugari Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUN-VIDEO.COM - Jenazah Isti Yudha Prastika, pramugari Nam Air yang manjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182, tiba di Masjid Nurul Hasanah, dekat rumah duka di bilangan Jalan Sumatera, Pondok Benda, Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (16/1/2021) siang.
Setibanya dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati, jenazah Isti akan langsung disalatkan setelah salat zuhur berjamaah.
Saat jenazah yang dimasukkan dalam peti itu tiba di masjid, sang ayah, Udjang Usman, langsung mendatangi.
Udjang berdiri terpaku memandangi peti berwarna cokelat itu.
Saat pihak keluarga lain menaruh foto almarhum di atas peti, air mata ujang menetes.
Dirinya hampir koyak, kerabat langsung merangkul dan mengusap-usap pundaknya. Udjang didudukkan di kursi karena sempat lemas berdiri.
Sementara, saat jenazah dibawa ke rumah duka, Irianingsih, sang ibu, sudah menantinya.
Jenazah Isti dibungkus dalam peti sehingga tidak bisa dilihat pihak keluarga.
"Adik, adik...," teriak Irianingsih memanggil anaknyaz sambil menangis histeris.
Ia memeluki peti jenazah Isti saat dikeluarkan sejenak dari ambulans.
Irianingsih ingin melihat anaknya untuk terakhir kali sebelum dimakamkan.
"Mau lihat Adik, pengin megang adik," pekik Irianingsih sambil memeluki peti jenazah anaknya.
Bukan hanya sang ibu, keluarga serta kerabat lain yang berada di rumah duka juga bersedih.
Beberapa ikut meneteskan air mata dan meneriaki nama Isti.
Pihak keluarga lainnya yang lebih tegar, berusaha menenangkan.
Suasana haru menyelimuti prosesi pemakaman Isti Yudha Prastika, di tempat pemakaman umum (TPU) Pondok Petir, Bojong Sari, Depok.
Saat peti jenazah almarhumah diturunkan dari ambulans, pihak keluarga yang mengiringi sudah meneteskan air mata.
Irianningsih, sang ibu bahkan sampai harus dipapah menuju area liang lahat karena masih larut dalam kesedihan.
Begitu juga Udjang Usman, sang ayah. Raut wajahnya sendu dan lebih banyak menunduk.
Jenazah Isti yang terbungkus dalam peti, dimasukkan ke dalam liang lahat setelah azan dikumandangkan.
Sementara, hampir seluruh keluarga yang hadir menangis.
Hujan air mata mengiringi Isti ke peristirahatan terakhirnya.
Beberapa kerabat dan keluarga lainnya membacakan tahlil dan doa.
Tangis Irianingsih dan Udjang semakin menjadi saat menaburkan bunga.
Kepergian Isti yang merupakan anak bungsu itu juga diwarnai kesedihan kakak serta abangnya.
Irianningsih menjadi sosok yang paling terpukul.
Ia tidak henti mengusap-usap foto buah hatinya yang didandarkan ke papan nisan.
Sang ibu bahkan tidak ingin meninggalkan makam.
Ia ingin menemani Isti yang karib ia panggil adik itu.
"Enggak mau pulang, adik sendirian," ujar Irianingsih sambil menangis.